Genre : misery (?)
Length : chaptered
—
[part sebelumnya]
"apa kamu menemukan perasaan
itu di mataku?" tanya jinki.
hyun joong melihat mata itu; iris
matanya, jauh ke dalam bagaimana perasaan sahabatnya itu, dan kesimpulan yang
ia dapatkan adalah keraguan—tidak ada cinta di sana.
—
"taemin-ah, kamu tidak boleh
terus seperti ini." kata key sembari mendekati taemin, lalu berlutut di
depannya. memegang lembut kedua tangan kurus itu dan menatap dalam ke matanya
yang sayu.
"key..." tiba-tiba saja
air mata jatuh menuruni pipi taemin. dia tidak tahu mengapa dirinya terus
seperti ini. "untuk apa aku terus hidup? kenapa hal ini terjadi?"
——
Endless Tears 3
—
Aku membenci jinki dengan alasan
banyak hal.
Pertama, karena dia adalah orang
yang begitu egois, memaksakan kehendaknya pada para anggota klub baseball.
mentang-mentang dia seorang ketua. Mentang-mentang dia yang memegang jabatan
paling tinggi di antara kami. Aku sangat membenci orang seperti itu, yang semua
perkataan dan perintahnya harus dituruti. Bahkan hukuman yang berat-berat pun
tidak memandang gender. Pokoknya, semua dia lakukan untuk
menunjukkan kekuasaannya deh!
Alasan kedua, karena dia orang yang
paling tidak mengerti kebahagiaan juga kesedihan orang lain. Sudah kubilang,
kan, kalau dia itu egois. Dan itulah kenyataannya. Saat Minho koma, dia justru
melamarku! Oke, aku tahu itu memang tuntutan dari keluarga kami, keluarga Lee.
Karena aku dan Jinki adalah saudara jauh, dan keluarga kami terbagi dalam dua
kelompok yang berseteru, maka tujuan menyatukan aku dan Jinki adalah: untuk
membuat dua kelompok dalam keluarga kami kembali bersatu. Miris. Kenapa harus
aku dan dia? Aku sangat membencinya!
Aku percaya bahwa Jinki adalah orang
yang menyebabkan Minho jadi seperti ini. dialah orangnya! Yang terlalu egois
dan ceroboh hingga kami semua terseret dalam masalah ini! dia yang patut
disalahkan, dia yang patut bertanggung jawab!
Maka, aku membencinya,
sangat—sangat—dan sangat membencinya.
Tapi semua kebencianku hanya bisa
kusimpan dalam hati. Semua ketidakterimaanku hanya kudiamkan di hati, hingga
membuatku terluka. dan luka itu menganga telah lama... hampir membusuk.
Aku tak sanggup menolak ketika umma
dan appa menerima kehadiran jinki dan keluarganya dalam keluarga kami. Aku diam
saja, tak menjawab apa-apa, tapi mereka anggap itu adalah sebuah jawaban kalau
aku setuju.
Aku bodoh, karena...
Membiarkan orang lain masuk dengan
paksa ke dalam hidupku, mengabaikan keberadaan seseorang yang sebenarnya
kucintai.
—
Aku mencoba untuk menjadi apa pun
yang kau butuhkan.
Dan tak akan kubiarkan kau terluka.
Tapi masih kulihat di matamu...
Semua itu masih belum cukup.
—
"semuanya jadi 5750 won."
jinki mengeluarkan beberapa lembar
uang dari sakunya, lalu membayarnya pada kasir. setelah itu ia mengambil
pesanannya dan berlalu untuk keluar.
"terimakasih, silakan
berkunjung kembali.. ^^"
pagi yang tidak terlalu hangat.
jinki menyusuri jalanan kota yang tertutupi salju, semua tangannya penuh untuk
menjinjing sepaket crepes dan satu bekal makanan. ia sengaja memesan
satu paket yang berisi 4 crepes. rasa pisang, mocca, melon dan
stroberi. cukup untuknya, taemin, hyun joong dan key. jangan tanya bagian minho
dan jonghyun. ia membeli satu jenis makanan itu saja atas saran jonghyun.
bicara tentang taemin, jinki jadi
ingat kalau tadi pagi dia bertengkar dengannya. Itu sudah biasa terjadi, sih.
Keadaan tidak lebih baik dari taemin yang cuma menjawab sesingkat apa pun
pertanyaan jinki. tapi pagi ini justru lebih buruk, karena taemin tak mau
menjawab satu pun pertanyaan jinki.
padahal jinki cuma menawarkan untuk
mengantar taemin ke toko bunga, sekaligus jinki membeli crepes, karena
tujuan akhir mereka sama; rumah sakit. Jinki tidak mau menyerah dan berkeras
kepala ingin mengantar taemin. Tapi yang terjadi adalah taemin langsung menutup
pintu dengan keras dan pergi begitu saja.
jinki merasa bersalah juga atas
sikapnya yang keras kepala, tapi hal itu juga dikarenakan demi keselamatan
taemin. Bagaimana pun juga salju di luar sangatlah dingin, sudah terlalu
bertumpuk-tumpuk dan tebal. bukankah sudah menjadi hal yang biasa kalau mereka
bertunangan maka jinki akan meluangkan waktu untuk bersama? Tapi yang terjadi
malah sebaliknya.
Jinki jadi berpikir, bagaimana
caranya ia akan menghadapi taemin nanti jika mereka bertemu? Apakah ia harus
minta maaf? Apakah ia harus menunjukkan kecemasannya sebagai seorang kekasih?
Tapi, bagaimana kalau taemin cuek dan tidak merespon?
Terlalu banyak pertanyaan di benak
jinki. ia sampai tidak sadar kalau sudah berjalan sampai di gerbang rumah
sakit. Dia datang dari sisi gerbang sebelah utara. Di seberang jalan, taemin
sedang berjalan menuju ke sisi gerbang sebelah selatan. Dia berjalan sambil
menunduk, kedua tangannya memeluk sebuket bunga.
Jinki segera sadar dari diamnya,
langsung ia menghampiri taemin sebelum ia melewati pintu gerbang.
“taemin-ah!” sapanya dengan
sumringah. “benar, kan, apa kataku, seharusnya kamu tidak menolak tawaranku.
Lihat sepatumu. Pasti sulit berjalan jauh di tengah salju seperti ini.” jinki
mendekap kedua pipi taemin dengan tangannya yang penuh.
“dingin sekali...” gumam jinki, ia
terlihat cemas—tapi senyum masih menghiasi wajahnya. “aku bawa bekal titipan
bibi Lee. Dia berpesan untuk dimakan selagi hangat. Ayo... kita makan
sama-sama. ^^”
Tak ada jawaban dari taemin. Hanya
tatapan kesal bercampur marah yang ia layangkan pada jinki. lama-lama jinki
jadi canggung juga.
“taemin-ah... kalau kamu masih marah
karena kejadian tadi pagi... aku minta maaf.”
“....” taemin diam.
“baiklah, aku mengerti. Aku nggak
akan memaksamu lagi.. yah... kamu boleh melakukan sesukamu sajalah...” kata
jinki akhirnya, mengalah.
Taemin berdesis pelan. “sebaiknya
kamu menjaga ucapanmu itu.” lalu ia berlalu meninggalkan jinki dengan langkah
tergesa.
Jinki tetap diam pada tempatnya,
kali ini ia tak berniat untuk mengejar taemin. Tak mengerti lagi apa yang harus
ia lakukan. Nampaknya perkataan taemin tadi begitu mengena baginya.
Kali ini aku percaya bahwa aku
benar-benar bisa berubah.
Kuberikan semuanya padamu.
Kali ini kau benar-benar memiliki
segalanya,
Tapi, kupikir aku salah.
—
“....Sang matahari tetap bersikeras
untuk menerangi bumi tanpa henti, sebab manusia dan makhluk hidup di dalamnya
membutuhkan dia, katanya. karena iba pada matahari yang kelelahan harus
menerangi bumi siang dan malam, para bintang-bintang pun berdiskusi untuk
membantu sang matahari. Akhirnya diputuskan untuk meminta bantuan pada sebuah
planet bernama bulan. Sang bulan menyanggupinya untuk membantu peran matahari
di malam hari, namun karena bulan tak bisa memancarkan cahaya, ia hanya bisa
memantulkan cahaya matahari saja. semua setuju, dan pada akhirnya tugas
matahari tidak lagi menerangi setiap waktu... sang bulan dan matahari menjadi
sahabat baik, dan alam semakin menjadi seimbang...”
Semua bertepuk tangan riuh
mengakhiri dongeng key yang bertajuk ‘matahari dan bulan’. Key tersenyum sambil
membungkukkan badannya. Lalu membawa semua boneka-bonekanya turun dari
panggung. Tidak lupa ia bagikan boneka-boneka itu pada anak kecil yang menjadi
penonton. Mereka tampak senang mendapat boneka itu.
Bersamaan dengan itu hyun joong
muncul dari sisi panggung menuju ke tengah, tak lupa ia membawa gitarnya.
setelah mengambil posisi yang nyaman untuk menyanyi, ia mulai memainkan
gitarnya.
Walau kau tenggelam dalam masa lalu
yang tak memuaskan,
Dan hari ini tidak berjalan seperti
yang kau impikan, yeah
Bintang-bintang yang bersinar
sebelum fajar itu
Apakah mereka benar-benar hilang?
Atau kembali lagi besok...?
Dari sudut mata hyun joong, ia
melihat key yang kini sudah berada di barisan penonton paling belakang. Ia tak
mencari key, tapi ekor matanya langsung saja tertuju padanya. Key melambaikan
kedua tangannya membentuk silang, wajahnya terlihat khawatir. Hyun joong tahu
ia harus segera menyelesaikan lagunya walau belum waktunya berakhir.
...kita tak pernah tahu tentang hari
esok,
Ini adalah kalimat bahagia.
ia menghentikan permainan gitarnya.
banyak pasang mata yang menatap heran ke arahnya. Tapi ia berusaha untuk tidak
peduli. Key sudah beranjak pergi dari tempatnya.
Hyun joong membalikkan gitarnya
untuk ia gendong di punggungnya. “nan jeongmal mianhae...” ucapnya penuh sesal.
“penampilan kami hari ini cukup sampai di sini... kami lanjut lain waktu.
Terimakasih untuk semuanya yang hadir di sini. terimakasih, kalianlah yang
membangkitkan semangatku hingga saat ini... sekali lagi, terimakasih...” hyun
joong membungkuk, lalu berjalan pelan meninggalkan panggung. Tepuk tangan riuh
menyambut setiap langkahnya. Ia tersenyum.
Dalam hatinya ia cemas, semoga saja
tidak ada hal buruk yang terjadi.
—
Sudah lima belas menit berlalu
semenjak taemin dan jinki memasuki ruangan itu. tidak ada yang berubah. Taemin
masih saja berkutat dengan bolpoin dan kertasnya, berniat untuk membuat surat
bangaunya lagi. jinki bersandar pada jendela, memakan bekal khusus buatan bibi
Lee, sendiri. Ia tak mau memaksa taemin dahulu untuk memakan. Suasana hati
taemin sedang tidak baik.
Tapi jinki berpikir, crepes
yang ia beli bisa saja meleleh jika tidak segera dimakan. Jadi, ia harus
bagaimana? Memakannya sendiri, lagi? aniyo... dia tidak mau itu.
“taemin...” jinki menghela napas,
berharap semoga taemin tidak akan marah kali ini, “aku beli crepes untuk
kita berempat. Kamu, aku, hyun joong dan key. Tadi aku melewati toko itu saat
pulang dari rumah bibi lee. Dan aku teringat perkataan jonghyun kalau kamu
suka—”
“...aja...”
Jinki berhenti bercerita. Ia
mendengar secuil kalimat yang taemin lontarkan barusan. “apa? Aku tidak
dengar...”
“kamu sengaja...” ulang taemin
geram.
“maksudmu?”
“kamu sengaja, hah?!” taemin marah.
Ia semparkan semua kertas dan bolpoin yang ia pegang ke arah jinki. lalu
matanya yang besar itu menatap jinki dengan kebencian yang menjadi-jadi. “kamu
sengaja membelinya... supaya aku teringat kenangan bersama minho, dan kamu
tertawa di balik itu semua! Kamu sengaja agar aku menangis lagi, kan?! Bedebah!
Katakan saja apa maumu, hah?!!”
Apa yang bisa kukatakan?
Inilah aku dan aku melukaimu.
Jinki hanya diam menatap taemin. Dia
tidak mengerti kenapa taemin bisa berpikir seperti itu. bukan, bukan seperti
itu keinginannya membelikan taemin crepes. Taemin hanya salah mengerti.
Tapi... jinki terlalu sakit, karena selalu mendapat perlakuan taemin yang
berbanding terbalik dengan harapannya.
Karena itu, seharusnya dari awal...
ia tak pernah berharap. Tapi apa mau dikata, semuanya sudah terjadi. Kertas
telah menjadi abu. Nasi telah menjadi bubur. Tak ada yang bisa kembali seperti
semula. Apakah ia telah terlambat?
Apa yang bisa kulakukan?
Tak peduli seberapa besar
perasaanku,
Aku selalu berakhir melukaimu.
“kenapa kamu berpikir seperti itu?”
tanya jinki lirih. Ia berusaha mencari kebenaran yang sesungguhnya di mata
taemin. Tapi... tak ada. Mata itu terlalu penuh luka. Tak ada lagi kenyataan
yang terlihat.
Taemin mendengus, ia mengambil kotak
crepes yang jinki beli, lalu merobeknya dengan paksa. Menyambar semua
isinya dan melemparnya ke lantai dengan seluruh emosinya.
“...hentikan semua kemunafikanmu
itu. aku benci kalau kamu terus seperti itu.” katanya singkat, dingin dan
jelas. Begitu jelas, tetapi jinki tidak mengerti apa maksudnya. Setelahnya,
taemin berbalik dan melihat minho yang terbaring—untuk kesekian kalinya.
Perlahan, dalam keheningan ruangan itu... air mata taemin jatuh.
Pintu ruangan terbuka. Key masuk
dengan wajah khawatirnya. Melihat suasana yang begitu tidak
mengenakkan—ditambah crepes, kertas-kertas dan bolpoin yang berserakan
di lantai, ia mengerti apa yang baru saja terjadi. Tak sengaja tadi ia
mendengar suara keras yang berasal dari ruangan itu. suara taemin.
Key tidak tahu harus berkata apa dan
apa yang harus ia lakukan, sampai akhirnya hyun joong datang. Hyun joong yang
masih terlihat berkepala dingin berkata, “taemin, segera basuh mukamu. Key,
temani dia.”
Key mengangguk, tapi taemin
menggeleng. Ia berjalan gontai melewati hyun joong dan key keluar
ruangan.taemin menolak untuk key temani. Selepas ia pergi, hyun joong menatap
jinki prihatin. “sampai kapan kamu akan terus tak bisa mengendalikan dirimu
seperti ini?”
Key berinisiatif untuk membersihkan
lantai. Ia mulai dengan memungut kertas-kertas dan bolpoin, lalu membuang
crepes ke tempat sampah. Hyun joong mengambil alat pel dan mengepel lantai yang
bernoda.
“dia bilang aku munafik, joong...”
jinki akhirnya bersuara. Berat dan terdengar sedih. Lebih parah dari hari-hari
sebelumnya. “dia membenciku. Aku tak mengerti, apa yang salah dariku?”
Hyun joong mengerti, bahwa hari-hari
jinki selalu seperti ini dan tak berubah. Jadi dia hanya bisu menanggapi
kalimat jinki. ketika lantai yang di bersihkannya sudah terlihat tak bernoda
lagi, ia pergi ke toilet.
Jinki terdiam membisu, tapi
pikirannya penuh. Oleh taemin, oleh bayang-bayang masa lalunya, oleh minho....
kepalanya terasa berat. Kenapa bebannya begitu banyak? Ia hampir tidak kuat
lagi. kenapa ia begitu lemah? Seorang cowok seharusnya tak se-melankolis ini
bukan?
Tuan, jika bisa, jinki ingin
bertukar tempat saja dengan hyun joong. hyun joong yang begitu bebas, tak
peduli dan tidak dipedulikan orangtuanya, hyun joong yang bisa mengekspresikan
dirinya dengan bebas... jinki begitu iri. Sangat berbeda dengan dirinya yang
selalu berada di bawah kendali orang tua, yang menuruti semua perintahnya. Jika
harus ‘begini’, ia melakukannya. Jika harus ‘begitu’, dia tidak membantah.
Apakah ia seperti robot?
Jinki tertawa, menertawakan dirinya
sendiri. Benar, ia seperti robot. Tak pernah membantah program yang diberikan
Tuannya. Tak pernah mengeluh atas pekerjaannya. Tapi... bukankah lama-lama
baterai robot bisa habis juga? Itu artinya, jika ia terus menerus menurut tanpa
membantah, suatu saat tenaganya akan habis. Entah sebatas sakit saja, atau
bahkan sekarat. Dan saat itu, akankah ada orang yang menolongnya?
Aku berusaha keras untuk menjadi
sepertinya.
Yang selalu kau inginkan dalam
hidupmu.
Tapi masih saja aku memberimu
kesengsaraan.
Apa yang bisa kulakukan?
Jinki bergerak menuju minho yang
terbaring. Yang terpejam dengan damai tanpa terbangun oleh kegaduhan yang
sempat ia buat.
“minho... apa yang harus kulakukan?
Di mana letak kesalahanku? Apa aku bisa memperbaiki semuanya?”
Kali ini aku percaya padamu, padaku.
Tentu saja ia bodoh karena bertanya
pada orang yang tak bisa menjawab. Ternyata benar, ia memang munafik.
Ketika aku memberikan semuanya,
Aku tak bisa melihat semuanya dengan
jelas,
Tapi kau selalu mengatakannya
padaku,
“baginya, kenapa kamu selalu menjadi
alasan di balik semua ini?” lagi-lagi jinki bertanya.
“....” tentu saja minho tidak
menjawab. Setidaknya begitu yang mereka ketahui. Jinki menghela napas. Baru
beberapa detik, belum sempat ia menenangkan pikirannya yang kacau, key
mengagetkannya.
PLAKK!!
Key menampar jinki.
“mianhae oppa, kalau aku tidak
sopan. Tapi kurasa oppa sudah kelewat batas..” kata key pelan, takut mengganggu
minho dan pasien lainnya. “kemana lee jinki yang berani dan kuat? Berhentilah
jadi cengeng! Meski masalah yang oppa hadapi begitu berat, bukankah aku dan
hyun joong ada di sisimu? Ayo kita lewati ini bersama-sama... jangan jadi rapuh
sendirian, oppa... aku yakin jiwa lee jinki yang dulu, masih ada....” dan key
menunjuk dada jinki. “... di sini.”
Beberapa detik berlalu. Saat itu,
jinki tidak tahu apa yang dilakukannya hingga ia memeluk key. Key tidak
menolaknya. Ia mengelus punggung jinki pelan... menyalurkan kekuatan padanya.
“kita di sini bersama-sama, oppa...
jangan lupakan itu.” kata key sambil tersenyum.
Baru saja jinki menyadari apa yang
dia lakukan dari kalimat key barusan. Ia jadi kikuk. Namun belum sempat melepas
pelukannya, pintu kamar tiba-tiba terbuka. Hyun joong yang hendak masuk jadi
terhenti langkahnya. Ia terpaku melihat apa yang terjadi. Raut wajahnya berubah
seketika.
Jinki dan key segera melepaskan
pelukan mereka dengan gugup.
“hyun joong-ah...”
“oppa...”
“—ini buruk.” Potong hyun joong
cepat, sebelum jinki dan key sempat menjelaskan apa yang terjadi. “..mendadak
diberitakan kalau badai salju akan mengarah pada seoul, dan aku melihat taemin
pergi keluar tepat setelah kalian bertengkar tadi.”
Jinki langsung cemas mendengarnya.
Pikirannya mulai melantur kemana-mana. begitu pula dengan key.
“lalu apa yang harus kita lakukan?”
tanya key.
“kita akan mencarinya.” Jawab jinki
mantap.
——
[Extra]
Suasana yang sepi di kamar itu.
hanya terdengar bunyi tetesan air di selang infus serta detak jarum jam di
dinding. Di luar sana salju turun semakin deras seolah hendak menyambut natal.
Sore yang biasanya terang jadi semakin suram.
Angin berhembus kecil menerbangkan
selembar kertas yang tertumpuk di meja. Kertas itu terbang menari-nari di angin
hingga jatuh tepat di atas dada seorang pasien yang terbaring sakit. Di
lembaran itu tertulis;
Aku mengharap keajaiban di malam
natal ini. kumohon... cepatlah kau bangun dari tidurmu.
Endless tears 3—end.
0 komentar:
Posting Komentar