Genre : tragedy, happy
ending ^^
——
Awalnya hyun joong berencana
untuk menjenguk Minho. Dia baru ingat kalau jam besuk sudah habis. Rumah Sakit
sudah tertutup dan aktivitas di sana sudah tidak terlihat begitu ramai. Saat
dia tidak tahu mau ke mana, tiba-tiba ponselnya berdering.
“halo? Oh… Jonghyun. Ada
apa?” sapa hyun joong begitu mengangkat telepon masuk.
“’ada apa’ kepalamu! Yang benar itu, ‘selamat natal’,
tahu!” balas jonghyun sengit. Hyun
joong terkekeh.
“baik, baik. Selamat natal,
jonghyunnie.” Kata hyun joong dan sukses membuat jonghyun bergidik mendengar
nama panggilannya yang terlalu sadis itu.
“selamat natal juga, joong. Aku yakin kamu pasti free,
kan? Ayo kita buat natal yang meriah bersama!”
Hyun joong berdecak. Yah,
betul memang kalau dia selalu free di hari-hari besar yang seharusnya dirayakan
begini. Tragis memang. Tapi dia sudah tidak bisa bertemu keluarganya lagi. Karena
dia memang kabur dan tidak mau menuruti segala aturan yang menjemukan. Tapi
kali ini… dia merasa sepi. Dia kangen senyuman hangat ibunya. Kangen suara
berat dan berwibawa ayahnya. Apa dia sudah tidak bisa bertemu mereka lagi?
Kabar mereka pun hyun joong tidak tahu. Mereka kini terpisah jauh dari hyun
joong yang kabur dengan nekadnya ke seoul.
“…halo? Kamu dengar aku, joong?” suara jonghyun itu segera menyadarkan hyun joong dari
lamunannya tentang ayah dan ibunya.
“eh…. Iya. Kamu bilang apa
tadi?”
“aku punya rencana. Aku akan membawa banyak minuman
dari café keluargaku. Lalu kamu siapkan cemilannya. Dan kita ajak key, jinki
dan taemin untuk merayakannya di apartemenmu. Gimana? Oke! Akan segera
kuhubungi yang lainnya. Bersiaplah! Daagh!”
“eh… tunggu! Jong—!”
Tuut…tuuutt…
“tch. Dasar!”
Hyun joong tidak bisa
mengelak. Jadi, dia banting setir untuk segera ke minimarket saja. Belum berapa
jauh dari rumah sakit, dia seperti melihat seseorang yang dia kenal berjalan di
pinggiran trotoar. Hyun joong berjalan melambat dan menurunkan kaca mobilnya.
“taemin-ah? Sedang apa di
sini malam-malam?”
Sosok itu berhenti dan
menoleh. Seulas senyuman tersungging di bibirnya. “oppa! Aku Cuma jalan-jalan
saja kok.”
“oh. Kalau begitu, naiklah.
Udara begitu dingin. Kita rayakan natal ini sama-sama, yuk. Tapi jangan lupa
untuk memberitahu orang tuamu terlebih dulu.”
Taemin terdiam, tidak segera
menjawab. Dia sedang berpikir untuk mengikuti ajakan hyun joong, atau
meneruskan rencana awalnya untuk pergi ke rumah, istirahat sebentar lalu bangun
pagi sebelum fajar dan pergi menjenguk minho. Dia ingin saat minho membuka
mata, dialah orang pertama yang dilihatnya di hari pertama setelah pergantian
tahun. Memikirkannya saja sudah membuat taemin tersenyum-senyum sendiri.
“tak kusangka kamu begitu
antusias sampai sudah membayangkan pesta kita nanti.” Ucap hyun joong dan
dengan gerakan cepat membukakan pintu untuk taemin lalu menuntunnya masuk.
“eh… oppa…aku—tidak… um…”
taemin terbata-bata. Dia bingung bagaimana caranya untuk menolak ajakan hyun
joong.
“Ya?” hyun joong dengan
sabar menunggu taemin berkata. Dia menatap lembut taemin yang terlihat lucu
saat gugup. “katakan saja kalau kamu perlu sesuatu. Akan kubantu.”
Melihat hyun joong yang
berseri tanpa dosa, Taemin menghela napas. Dia menyerah. “aku pinjam ponsel
oppa untuk memberitahu umma dan appa. Ponselku jatuh ke sungai.”
——
“LAMA!” sembur key begitu
hyun joong dan temin sampai di depan kamar apartemennya, ruang 301. Hyun joong
Cuma bisa nyengir lebar sambil menunjukkan sekantung keresek besar cemilan yang
baru dia beli dari minimarket. Juga taemin yang menenteng satu keresek lainnya.
“maaf, maaf… tadi kami terjebak
antrian yang panjang.” Jawab hyun joong sambil membuka kunci pintu apartemennya
dengan kombinasi password.
“key… sekarang kan kami
sudah di sini. Jangan marah yaa…” hibur taemin yang sepertinya tidak berhasil.
Jonghyun Cuma senyum-senyum saja melihatnya.
“HUH! Alasan. Kami disini
sudah nunggu 35 menit, tahu!” cecar key sambil memanyunkan bibirnya kesal. Hyun
joong terkekeh.
“iya, iya, maaf… aku
menyesal. Ayo masuk. Kita segera mulai pestanya.” Hyun joong meletakkan
sepatunya di rak sepatu. Lalu dia seperti teringat sesuatu. “oh ya. tapi…
jangan terlalu ramai, ya.”
“kenapa?” Tanya taemin dan
key berbarengan, lalu mereka saling pandang dan tertawa. Sadar kalau mereka
mengatakan sesuatu yang sama berbarengan.
Hyun joong memandang mereka
bergantian, berpikir bagaimana sebaiknya dia menjawab. Ada seseorang yang sakit
di apartemennya. lalu ia menarik kesimpulan dan berkata, “baiklah. Sini, ayo
masuk dulu. Akan kutunjukkan sesuatu.”
Key, taemin dan jonghyun
menurut sambil bertanya-tanya. Mereka meletakkan barang bawaan di sofa dan
meja, lalu mengikuti hyun joong ke kamarnya. Mereka bertiga menunjukkan reaksi
yang sama, saat melihat jinki tertidur di kasur dengan selimut tebal serta
pengompres yang ada di dahinya; kaget.
“oppa?” kaget taemin. dia
baru ingat kalau sejak tadi pagi dia bertengkar dengan jinki, dia belum bertemu
namja itu lagi. Masih tadi pagi dan ini belum pergantian hari. Banyak hal yang
terjadi sampai sampai dia telah melupakan keberadaan namja itu. Entah kenapa
rasanya dia luluh melihat jinki tertidur seperti itu. “oppa, jinki sakit apa?
Kenapa ada pengompres di kepalanya? Apa dia demam?” Tanya taemin, menoleh pada
hyun joong.
Tanpa sadar, semua menahan
napas melihat reaksi taemin yang tidak seperti biasa. Kalau biasanya taemin
akan acuh atau bertengkar dengan jinki, kali ini lain. Dia memandang jinki
dengan lembut.
Hyun joong berdeham untuk
mencairkan suasana. “ehm… iya. Sepertinya begitu.” Katanya. Tapi sedetik
kemudian dia salah tingkah dan melesat menghilang di balik pintu. “aku
menyiapkan minum dulu.”
Key mendekati jinki,
memeriksa suhu badan jinki di pipinya, lalu menggenggam tangannya lembut.
“oppa, semoga cepat sembuh ya. Lalu ikutlah pesta dengan kami.”
“kamu harus sembuh.” Kata
jonghyun singkat. Dengan begitu mereka keluar dari kamar itu. Taemin yang paling
terakhir keluar, setelah dia mencium kening jinki singkat dan berbisik pelan, “mianhae…
oppa”
—
6…5…4…3…2….1!!
“selamat natal~!!”
“selamat tahun baru~!!”
Preeeeet!! Bunyi terompet
yang hyun joong tiup, disusul jonghyun dan key. Taemin kebagian menebarkan perfetti. Mereka merayakannya di balkon
kamar yang tidak terlalu sempit, tapi cukup untuk mereka berempat. Semua memakai
topi berbentuk kerucut berwarna-warni dan terlihat sangat bersemangat menyambut
datangnya hari itu.
Di saat bersenang-senang
seperti itu, Taemin tidak bisa berhenti berpikir andai saja saat ini minho
disampingnya. Andai mereka merayakan hari ini bersama-sama. Membayangkannya saja
dada taemin sudah berdebar kencang. Dia beralih memandangi orang-orang di bawah
sana. Beberapa ada yang berpasangan. Saling bergandengan tangan. Ada juga yang,
ehem… ciuman. Semuanya romantis. Membuatnya jadi iri saja.
Jonghyun menyadari raut
wajah taemin yang berubah menjadi sedih. Dia menyudahi bercengkrama dengan hyun
joong dan key. Lalu mendekati taemin, bermaksud untuk menghiburnya. Mungkin
perasaannya pada taemin memang tidak akan pernah sampai. Mungkin dia memang tidak
bisa menggantikan posisi minho dihatinya. Tapi cuma ini yang bisa dia lakukan
agar bisa melihat senyum taemin, malaikat kecilnya.
Jadi, jonghyun mengambil
hidung dan janggut sinterklasnya dan mulai beraksi. ^^
—
Jam menunjukkan pukul tiga
pagi. Semua sudah tertidur karena kelelahan. Bungkus snack ringan bertebaran di
sana-sini, sebotol soju yang jonghyun dan hyun joong minum, terlihat berantakan
sekali. Key tertidur di sofa, sedangkan hyun joong dan jonghyun di karpet.
Jika kamu bertanya taemin
dimana, dia ada di kamar. Dia tidak bisa tidur sembarangan, dia tidak terbiasa
seperti itu. Jadi dia istirahat di kamar—satu-satunya kamar yaitu tempat jinki
tertidur.
Dia duduk di samping tempat
tidur. Memegang tangan jinki lembut. Menatap mata yang tertidur itu dengan rasa
khawatir. Jinki terlihat tenang-tenang saja. Seperti pangeran yang tengah
tertidur.
Berbagai pikiran berkecamuk
di benak taemin. Dia yang selama ini selalu salah. Mudah tersinggung atas
perlakuan jinki. Rupanya hatinya dipenuhi kebencian. Sudah berapa kali sikapnya
itu menyakiti jinki?
Dia menyesal. Begitu sesal
hingga dadanya sesak. Tapi dia tidak menangis.
“oppa, mianhae. Jeongmal…
mianhaeyo.” Katanya pelan. Nafasnya berat. “buat semua kebaikan oppa, gomawo… tapi…
taemin nggak bisa memaksakan hati. Kita hentikan sampai di sini saja, ne? umma
dan appa pasti mau mengerti.”
Taemin mengambil pengompres
di dahi jinki, memeriksa suhu badannya. Sudah turun. Dia tidak perlu terlalu khawatir
lagi untuk pergi sekarang. Lalu dengan tanpa ragu dia melangkah pergi.
—
Ringtone ponsel hyun joong
berdering. Si pemilik melenguh karena tidurnya terusik. Ini masih pukul lima
lewat empat puluh menit. Dengan mata setengah terbuka dia meraih hp nya di
meja.
“yeoboseyo?” katanya berat.
Lama tidak ada jawaban. Hyun
joong mengerutkan kening. Dia menatap layar ponselnya. Panggilannya tersambung,
tapi kenapa tidak ada jawaban?
Saat dia mendekatkan ponselnya
ke telinga, terdengar samar-samar suara tangisan.
Mendengarkan lamat-lamat
kalimat yang terucap, jantung hyun joong serasa berhenti berdetak. Matanya
terbuka lebar saking kagetnya. Tubuhnya seakan menjadi beku.
Matanya menelusuri keadaan
apartemennya. Jonghyun… key… lalu… dimana taemin? Dia tidak ada di kamar. Tidak
ada di dapur. Tidak ada di manapun.
Sesegera mungkin dia
membangunkan jonghyun dan key.
“palli, ireona!” gusarnya. Belum
sempat membasuh muka, dia segera mengenakan mantel tebalnya dan mengambil kunci
mobil.
Key mengucek matanya dengan
malas. “ada apa, oppa? Aku masih ngantuk…”
Jonghyun tidak berkata
apa-apa karena dia masih setengah sadar dan sedikit mabuk.
“nggak ada waktu, kita harus
cepat.” Jawab hyun joong singkat.
—
Pukul enam tepat mereka
sampai di tujuan. Rumah sakit. Masih terlalu pagi sebab matahari masih malu
menunjukkan sinarnya. Ditambah dengan cuaca yang begitu dingin sebab salju, siapa
pun pasti enggan keluar rumah.
Taemin dan jonghyun tidak
banyak Tanya, hanya mengikuti langkah hyun joong yang tampak begitu gusar. Langkah
tergesa mereka bergema memenuhi koridor yang masih sepi.
Seorang wanita paruh baya
berdiri dari duduknya begitu mereka datang. Matanya terlihat sembap habis
menangis. Key menangkap perasaan tidak enak dari raut wajahnya.
“ahjumma… gwenchana?” Tanya
key khawatir. Dia menenangkan wanita itu yang gemetaran. Isak tangisnya pecah
lagi.
Hyun joong dan jonghyun
masuk ke kamar rawat. Rupanya taemin sudah ada di sana. Berdiri diam, mematung
melihat tubuh minho yang terbujur kaku diselimuti kain putih. Hyun joong
menatap keduanya simpatik. Tak ada yang bisa dilakukannya untuk menolong mereka
berdua. Ini semua sudah takdir Tuhan. Mutlak dan tidak bisa digugat.
“taemin… kuatkan dirimu!” jonghyun
mencengkeram bahu taemin yang kaku. Rupanya dia gemetaran hebat. Jonghyun tak
tega melihatnya yang begitu terpukul.
“ini… bohong.” Ucap taemin
lirih. Matanya jauh menerawang dengan kesedihan yang amat dalam.
Jonghyun beralih pada minho.
Dengan emosi dia menyibak kain putih yang menutupi seluruh tubuh minho. Dia
hendak memukul minho dengan seluruh amarahnya. Tapi hyun joong segera
menahannya.
“JANGAN BERCANDA! BANGUN
KAMU, CHOI MINHO! BANGUN! BUKANKAH KEMARIN KAMU BANGUN SETELAH SEKIAN LAMA?
JANGAN MAIN-MAIN!” sembur jonghyun marah. Urat-urat kemarahan terlihat jelas di
mukanya yang memerah.
“jong, sadarlah! Jangan
memperburuk suasana!” peringat hyun joong yang akalnya masih bekerja di saat
genting ini. Tapi jonghyun terus memberontak.
“jonghyun, hentikan!” teriak
key membantu hyun joong menahan ledakan amarah jonghyun. Menariknya jauh dari
minho.
“APA-APAAN INI?! JANGAN JADI
PENGECUT, MINHO! BANGUN!!”
DUAGH!
Key menendang jonghyun
hingga terpental. Semua kaget melihatnya. Begitu pula key. Dia reflex
melakukannya karena jonghyun yang terus gaduh di suasana gila seperti itu.
Dia segera menghampiri
jonghyun yang terduduk karena shock.
“jonghyun… maaf. Aku… tidak
bermaksud…”
Setitik air mata jatuh ke
lantai. Jonghyun menangis.
“kalau minho pergi, bukan
hanya dia yang terluka…” katanya lirih. “taemin juga. Dan aku tidak mau melihat
taemin sedih. Bukan hanya dia yang luka. Rantai rasa sakit terus berputar
menjerat orang-orang terdekatnya. Ini salah. Bukan ini yang harusnya terjadi.”
Dia meninju lantai dengan putus asa.
Selanjutnya, key menangis di
pelukan hyun joong yang berusaha menenangkannya. Tidak ada yang tidak hancur
dengan kepergian minho.
“minho sangat beruntung
memiliki teman-teman yang peduli padanya, terimakasih.” Kata wanita paruh baya
itu—umma minho dengan bergetar. Dia memaksakan senyum disela tangisnya. Jonghyun
bangkit untuk memeluk taemin yang tak bergeming.
Di pergantian tahun itu, di
luar sana salju menderas dengan angkuhnya.
—
To be continued
0 komentar:
Posting Komentar