Selasa, 02 Oktober 2012

Fanfiction : Gimme a Time Machine (III) ~ End

Diposting oleh Viriza Rara di 14.35 0 komentar


Gimme a Time Machine

author : Blue
genre : Sad, romance, half songfict
length : 3 chapter, end..


Chapter three : This is the story how my life was ended



Pohon maple itu semakin terlihat rapuh dimakan usia. Batangnya tak lagi kokoh dan mulai mengelupas. Daunnya hanya tinggal beberapa bahkan hampir tidak terlihat. Tapi namja brunette itu masih setia berteduh di bawahnya.

“Uhh.. Taemin.. cepatlah datang.. aku punya kabar gembira untukmu..”

Tik. Tik. Tik.

Waktu yang berlalu, angin yang behembus, atau pun degup yang bernyanyi tetaplah sama. Tapi mengapa ia merasa segalanya berjalan sangat lambat? Apa karena batinnya yang tersiksa rindu?

“Taemin.. datanglah. Katakanlah padaku bahwa saat itu kau menungguku di sini karena kau merasa hati kita tersambung.. aku pun merasakannya, Tae.. dan sekarang, izinkan aku mencoba untuk mempercayaimu. Datanglah dan aku akan mengatakan padamu bahwa aku mencintaimu..”

Syuush..

Hanya angin berhembus yang melambaikan helai rambut brunettenya. Hanya suara jerit kesepian yang melolong pada setiap sudut hatinya.

“Apa kau tahu? Semumur hidupku, tangisku hanya untukmu. Pertama kali aku tahu rasanya menangis adalah saat aku tahu aku mencintaimu dengan cara yang salah. Dan sekarang adalah untuk yang kedua kalinya aku merasakan pedihnya tangis. Karena kebodohanku.”

Hampa dilanda rindu.. tak akan terobati jika tidak bertemu.Bukankah itu amat menyiksa?

“Ah.. mungkin kau tidak akan datang karena aku telah melukaimu teramat dalam. Jadi, ku putuskan aku yang akan datang padamu. Tunggu aku, Taemin!”


11:58 PM @ University of Oklahoma, America

Ia memandang langit malam yang berhias bintang dengan tatapan datar. Dinginnya udara yang berhembus tidak mengusik apa yang ia lakukan saat ini ; duduk di tepi puncak gedung universitas.

Beku.
Hatinya beku, tak mampu merasakan apa pun.

Pedih.
Luka yang tergores telah membusuk di dalamnya.

Perih.
Bekas sayatan pilu yang membentang sudah tak terasa lagi.

Mati.
Seolah tak bisa merasakan emosi apa pun dalam dirinya.
Bagai jiwa yang masih enggan meninggalkan raganya, ia hanya bisa diam tanpa melakukan apa pun.

Waktu yang hampir mendekati tengah malam. Itulah yang membuatnya tetap duduk berdiam diri di sana. Karena saat hari berganti esok nanti, ia akan melakukan pertunjukan yang sangat ditunggunya selama ini.

.
If I'm able to meet you passing through time and space
Even if it's heading to
The same conclusion, I'm sure
There won't be any regrets remaining
.

11:59:50 PM

Ia bangkit untuk berdiri. Menarik nafas dalam, lalu melangkah maju lebih menepi. Melihat ke bawah gedung, memastikan bahwa tidak akan ada seorang pun yang melihatnya melakukan pertunjukkan.

“Taemin..?”

Tep.

Niatnya ia batalkan sementara. Ia membalikkan badan dan menemukan sosok namja brunette yang sungguh asing baginya.

“Siapa?”

Sosok itu melangkah maju mendekati Taemin. Maniknya menatap lurus dan... mendalam padanya.

Sret.

Bayangan masa lalunya kembali terputar di benaknya. Saat ia melihat mata itu.. entah kenapa ada sesuatu yang bergolak di hatinya.

“Kau.. Jinki?”

Sosok dalam balutan pakaian berwarana putih itu mengangguk.

“Kau.. datang menemuiku?”

Sekali lagi, sosok itu mengangguk. Taemin berhambur memeluknya erat. Air matanya tak terbendung lagi dan kini ia menangis di pelukan namja itu.

“Bahkan kau datang dengan memakai warna itu.. kau memang masih mengingat apa yang kusuka..”

Sosok itu menghapus air mata yang mengalir di pipi tirus Taemin. Lalu mengangkat dagunya agar mereka bisa bertatapan satu sama lain.

“Terima kasih..” Taemin berbisik dengan selingan isakan kecil.

“Kau mau melakukannya?”

Taemin mengangguk.

“Ayo. Aku pun tidak sabar menunggumu untuk segera datang padaku,” sosok itu menarik Taemin ke tepi, lalu perlahan mendekatkan wajahnya pada Taemin, dan menyapu bibir Taemin dengan bibir tebalnya.

12:00 AM

“Selamat ulang tahun”

Dengan satu gerakan berikutnya, tubuh mereka berdua sudah tidak menapak. Dan sebelum terhempas ke tanah dengan keras, sosok namja yang lebih besar melebur menjadi angin.


Itsumoyori sukoshi hiroi heya tada hitori it's over, guess it's over
Futari de tsukuri age ta Story mo munashi ku
Konnani kantan ni kuzure teshimaunante

One mistake, got a one regret
"Daremo kanpeki janai" tte
Sou iiki ka setemitemo
Naniwo shitemo kizu ha iyase nakute

Ima Time Machine ni norikonde
Anatani ai ni iku, kotoga dekita nara
Mou nanimo negawa nai
Hakana ku te tohi kioku ninaru mae ni...
I need a time machine oh
I need a time machine oh

Hitori de sugo su jikan ha ososu gite
Ayamachi no batsuha amarinimo omoku
Anataga saigo ni nokoshita words
Ima demozutto rifurein toma ranai
Mada mune ga itamu

Just one mistake, just one regret
Wagamamamo ima ha itoshi kute

Ima Time Machine ni norikonde
Anatani ai ni iku, kotoga dekita nara
Mou nanimo negawa nai
Hakana ku te tohi kioku ninaru mae ni...
I need a time machine

Jikuu tobi koe te anatani ae tara.. tatoe onnaji
Ketsumatsu mukae tatoshitemokitto
Kui ha nokora nai hazu dakara

Ima time machine.. ni nori konde
Anata ni ai ni iku.. koto ga dekita nara
Mou na ni mo.. nega wa nai
Hakana ku te tohi kioku ninaru mae ni...
Futari omoide wasurenai teshimau mae ni..
Gimme a time machine..
Ohh.. gimme a time machine..
Oh.. gimme a time machine..


Kisah di dalam sebuah lagu yang akan terus mewujud menjadi nyata dalam suatu belahan dunia saat lagu itu terdengar..



Kenyataan di balik cerita : Jinki mengalami kecelakaan dan tenggelam di lautan saat dalam perjalanan menuju amerika.


END

Hayo.. pada tahu ga, moral value yang terkandung di dalamnya? #enggaak..

Saya buat cerita ini berdasarkan satu kalimat pepatah sederhana :

“Janganlah engkau berdusta, maka hidupmu akan abadi dalam kedamaian”



Wassalam,

Blue

Fanfiction : Gimme a Time Machine (I)

Diposting oleh Viriza Rara di 14.27 0 komentar


Gimme a Time Machine (I)


Author : Blue
Genre : Sad, romance
Length : 3 chapter (??)


Chapter One : Frozen Heart



Kriiing. Kriiing.

Jarum jam menunjukkan pukul 2.12 AM ketika telepon itu berdering. Meski ada seseorang yang terjaga di ruangan, telepon itu tidak segera diangkat.

Kriiing...

Figur namja cantik dengan rambut blondenya yang tergerai berantakan hanya diam tak bersuara. Lelah ia terus menangis jika memang hal itu tak bisa mengulang waktu. Hanya mampu memandang kosong namja berpostur tubuh tinggi dipangkuannya yang sudah tak bernafas.

Matanya tertutup dengan damai. Seulas senyum mengembang di bibir tebalnya meski jantungnya sudah tak berdetak. Rupanya perasaan bahagia karena ia menutup mata di pelukan orang yang dicintai masih terlukis di raganya.

“Taemin, maukah kau mengatakan yang sejujurnya padaku? Kurasa... waktuku tidak lama lagi” namja itu berkata dengan tatapan lembutnya pada Taemin. Mengusap pipi seputih salju itu dengan tangannya yang sudah lemas seperti kehilangan kekuatan.

Taemin meraih tangannya, menggenggamnya lembut agar namja itu bisa menyentuh pipinya. “Apa maksudmu, hyung? Aku tidak mengerti...”

Namja itu tersenyum lembut padanya. “Aku tahu kau tidak benar-benar menyukaiku”

Membelalakkan matanya kaget, tak percaya jika ia mengetahui hal yang selama ini disembunyikannya. Berbagai perasaan bersalah menelusup ke hatinya saat melihat namja yang telah dibohonginya itu justru tersenyum. “Maaf...aku...untuk itu..”

“Sst... gwenchana.” berujar letih. Menggerakkan tangan lemahnya dengan susah payah agar bisa menempelkan telunjuknya pada bibir Taemin. “Aku tidak apa-apa. Justru aku sangat bahagia kau ada di sisiku untuk beberapa waktu ini. Terimakasih untuk segalanya, Taemin. Ah, sampaikan juga ucapan terimakasihku pada Jinki-hyung, yang rela meminjamkanmu di saat-saat terakhirku. Ku akui dia memang baik, pantas saja kau mencintainya.”

Taemin memejamkan matanya ketika ia mengingat sosok itu lagi. ‘Kumohon.. jangan membuatku kembali mengingatnya yang hanya akan membuat luka ini bangkit’

“Umm, Taemin, bolehkah aku berbicara? Aku takut kalau tidak berbicara, aku tidak akan bisa berbicara lagi”

Merasakan matanya memanas. Tenggorokannya tercekat akibat menahan tangis yang hendak keluar. Tapi ia masih berusaha tegar. Ia harus kuat.

“Berbicaralah, hyung” berkata dengan lembut meski terselip nada getir dalam ucapannya.

“Umm, aku mulai dari mana, ya? Hmm, baiklah. Aku bahagia karena yang selama ini kuimpikan benar terwujud. Kau tahu? Aku sudah menderita penyakit ini sejak kecil. Sangat tersiksa sekali karena aku harus merasakan penderitaan ini. Tapi, aku berharap umurku masih panjang dan aku ingin bisa merasakan hangatnya cinta. Dan aku bertemu denganmu” menyentil hidung Taemin pelan, membuat namja blonde itu refleks memajukan bibirnya.

“Lalu, aku menginginkan jika waktunya tiba, aku akan mati di pelukan orang yang berhasil merebut hati seorang ‘Flaming Charisma’ sepertiku..” terkekeh pelan, sangat pelan hingga menyerupai sebuah bisikan. Tapi tiba-tiba kekehannya berhenti dan nafasnya terputus.

“Hyung? Ada yang sakit? Akan kupanggilkan dok—”

“Tidak, tidak perlu. Aku hanya butuh pelukanmu, Tae”

Ia menurutinya. Menariknya ke dalam sebuah dekapan hangat.Dan untuk kali ini, tanpa diinginkannya air mata yang sedari tadi tertahan akhirnya meleleh juga.

“Kim-Tae—min..... sa—rang-hae...”

Dan matanya terpejam. Tanpa akan terbuka kembali.

Kriiing.

Taemin menggerakkan tangannya perlahan, menyibakkan poni yang menutupi wajah tampan seorang Flaming Charisma yang kini tertidur. Mendekatkan wajahnya pada wajah namja itu, lalu mengecup kelopak matanya. Dingin.

Kriiing.

Ia menolehkan kepalanya pada samping ranjang. Matanya menangkap sebuah buku berwarna putih di atas meja.  Dan entah ada dorongan apa hingga ia mengambilbuku yang berhias bunga pada setiap pinggirnya itu.
Mengamatinya sesaat dan menerka mungkinkah buku itu milik Minho. Ia tak pernah melihat buku itu sebelumnya. Lagipula, mana mungkin seorang Choi Minho mau menulis di buku yang terlihat seperti sebuah ‘diary’ itu?

Sret.

Selembar kertas yang terlipat jatuh dari lipatan halaman buku tersebut, dan ia segera mengambilnya. Kertas yang masih sama seperti buku itu, berwarna putih dan pinggirannya berhias bunga.

Ia membuka lipatan kertas itu, dan menemukan tulisan yang sangat dikenalnya tertera di dalamnya.

Halo, diary. Aku Choi Minho. Senang bertemu denganmu.
Meski aku tidak suka menulis diary, tapi mungkin mulai saat ini kita akan menjadi teman. Alasannya adalah karena aku tidak yakin apa aku bisa mengungkapkan perasaanku padanya—akibat penyakitku yang semakin mengganas ini. Dan aku ingin melukiskan semua tentangnya di setiap halaman padamu. Jadi, bisakah kita berteman baik?

Kuharap jawabanmu adalah ‘iya’. (suatu pemaksaan? Hahaha)

Well, aku akan memulai ceritaku sekarang.
Hari ini, untuk pertama kalinya malaikat berambut blonde itu memberikan senyumnya untukku, setelah aku memberanikan diri untuk menyapanya. Senyumnya sangat manis, dan mempesona. Aku sampai takjub dan tidak bisa memikirkan apa pun saat itu.

Dia sungguh hebat. Bisa membuat seorang ‘flaming charisma choi minho’ sepertiku ternganga seperti orang bodoh ketika ia tersenyum. Lalu ia menyadarkanku dengan pertanyaannya tentang siapa diriku.

Tak kusangka ternyata ada juga yang tidak mengenal orang populer sepertiku.
Kemudian aku memperkenalkan diriku dengan sangat berantakan seperti anak kecil karena sangat gugup. Ia terkekeh melihatnya. Dan aku kembali menganga. Mataku yang belo ini tidak berhenti menatapnya sampai ia menghentikan kekehannya.

Tuhan, kenapa kau biarkan seorang malaikat pergi dari surga dan terdampar di bumi ini? Dan yang lebih parah, kenapa kau buat aku jatuh cinta padanya? Pada seorang Kim Taemin?

“Maaf, aku sudah membohongimu, hyung” berujar lirih tidak pada siap pun. Jemari kecilnya bergerak mengelus tulisan tangan Minho pada kertas putih itu.
Kemudian ia mengangkat wajah, menengadahkan kepalanya pada langit-langit kamar. Memejamkan mata, lalu dengan penuh perasaan mencium lembut kertas itu.

.
Alone in the room that is more spacious than usual
It’s over, guess it’s over
.

Kriiing.

Taemin terhenyak sampai-sampai ia menjatuhkan kertas yang digenggamnya. Dengan perlahan dan sangat hati-hati, ia meletakkan tubuh Minho pada ranjang, memperlakukannyaseolah namja itu hanya tertidur. Setelahnya ia bangkit dari ranjang dan mengangkat telepon.

“Taemin? Lama sekali kau mengangkatnya. Sedang sibuk?”

“Oh? Hyung... Maaf, aku sedang menidurkannya”

“Benarkah? Maaf mengganggu. Tapi dia sudah terlelap, kan?”

“Ya,”

“Kalau begitu, datanglah ke tempat kenangan kita”

“...di mana? Bukankah banyak sekali tempatnya?”

“...”

“Hyung?”

“...Kau percaya pada hati yang tersambung?”

“...umm, tidak”

“Kalau begitu, percayalah. Dengan begitu kau akan menemukan jawabannya”

“Tapi..”

“Just believe it, baby..”


Gimme a time machine..

Ia memandang ke arah depan dengan tatapan kosong. Tidak melakukan apapun selain duduk di bangku bercat putih itu. Suara kicauan burung-burung yang terdengar tak sedikit pun menyadarkannya dari lamunan. Ia hanya duduk bersandar pada dinding pucat yang berhiaskan tumbuhan hijau menjalar dengan bunga berwarna merah yang telah mekar.

Diam. Tidak bergerak.
Tidak, ia tidak mati. Nafasnya masih berhembus teratur dan berirama. Seperti yang lainnya, degup jantungnya pun berdetak dengan normal. Yang membuatnya menjadi terlihat seperti mayat hidup adalah karena..

Ia sedang menunggu seseorang.

Sejak pagi bahkan ia belum sempat sarapan. Dengan rambut yang agak berantakan dan hanya dikuncir ke belakang seadanya, ia duduk menunggu di sana.

.
The story created by the two of us was also in vain
I can't believe it could crumble so easily
.

Terhitung telah lima jam ia duduk menunggu. Mustahil jika ia tidak lapar. Terlihat dari bibirnya yang memucat dan terasa oleh tubuhnya yang semakin melemah. Tapi sekali lagi ia berusaha tetap menunggunya. Meski ia tahu, namja itu hanya berbohong..

Seorang namja kecil berambut blonde menangis sesenggukan di taman itu. Sedari tadi ia hanya menangis sambil terduduk, karena ia begitu takut akan dunia luar yang belum pernah terjamah olehnya.
Sejak kecil ia hanya tinggal di dalam rumah yang megah tanpa kasih sayang, dan ketika ia bosan akan semuanya, ia memutuskan untuk kabur. Tapi hasilnya seperti sekarang ini, ia tersesat.

“Kenapa menangis?”

Mendongakkan kepalanya. Melihat seorang namja brunette dengan mata coklat teduh tengah berjongkok di depannya.

“Taeminnie... tersesat...hiks” kembali menundukkan wajah dan mengusap-usap matanya lagi.

“Namamu Taemin?” Taemin mengangguk tanpa menatap namja brunette itu. “Hei, jangan menangis, Taemin.”

Ucapannya tidak diindahkan oleh Taemin. Ia tetap saja menangis.

“Oh, baiklah. Bagaimana kalau kau ikut aku? Akan kutunjukkan sesuatu yang indah padamu, dan setelah itu aku akan membantu mencari rumahmu, bagaimana hm?” suara namja itu kembali terdengar. Taemin mengangkat wajah sekali lagi, dan mendapati sebuah tangan  yang berukuran lebih besar dari tangannya terjulur ke arahnya. Namja brunette itu tersenyum lembut, senyum yang tak pernah dilihatnya sebelumnya.

“Ikut.. ke mana?” akhirnya Taemin menjawab.

“Kau akan tahu nanti”

Sebagian kulit putih pucatnya yang tersentuh cahaya mentari semakin mendingin. Nyaris seperti hatinya yang telah membeku. Dan memori tentang masa lalunya terus berputar di ingatannya. Layaknya sebuah film usang yang diputar ulang.

“Whoaa~ indah sekali, bukan?” merentangkan tangannya ke udara kosong di sampingnya, menengadahkan kepala dan menghirup udara segar sebanyak-banyaknya.

“Iya!” sahut Taemindengan riang. Sekarang ia sudah tak menangis, tangisan itu sudah berganti dengan senyuman juga ekspresi kebahagiaan yang terpancar di wajahnya. “Taeminnie sangat menyukai tempat ini!”

“Benarkah? Baguslah. Hehe. Sebenarnya aku selalu pergi ke sini kalau sedang bersedih” kata namja brunette itu sambil memandang hamparan bunga bermekaran yang ada di sekeliling mereka.

“Kalau begitu, alasan kenapa hyung membawa Taeminnie ke sini karena Taeminnie sedang bersedih?”

“Yup, kau benar”

“Tapihyung, apa padang bunga ini tetap terlihat indah jika bukan di musim semi?” pertanyaan yang terlontar itu membuat namja brunette memandang ke arahnya.

“Aku tidak tahu, karena aku baru sekitar seminggu pindah ke sini”

“Kalau begitu, musim gugur nanti Taeminnie akan ke sini untuk melihatnya. Hyung akan datang juga, kan?”

“...entahlah”

Angin musim dingin berhembus menerpa wajahnya, membuat beberapa helai rambut blonde tipisnya bergerak mengikuti arah angin. Dan untuk kali ini, alam berhasil membangunkannya dari lamunannya yang ikut tersapu angin.

Ia mendongak, menatap langit biru di atas sana.Untuk saat ini background terindah alam itu tidak membuatnya takjub seperti dulu, karena hatinya masih terasa beku.

“If only i can return the time..”


Gimme a time machine..

Sret.

Jari telunjuknya menyentuh permukaan kaca yang tertutup oleh embun. Mengusapnya perlahan, menggoreskan jarinya membentuk sebuah tulisan kanji yang berarti ‘Himitsu’.

“Sampai kapan kita akan bertahan dalam kebohongan ini?”

Gerakannya terhenti, kemudian dengan segala keanggunannya ia bersandar kembali pada kursi mobil. Mata coklatnya menatap lurus ke arah depan tanpa memandang figur namja brunette yang bertanya padanya.

“Bukankah kau sendiri menikmatinya?” alih-alih menjawab, ia justru melempar pertanyaan kembali.

“Apa kau tidak merasa bersalah padanya? Apa kau sadar bahwa kau telah menyakiti adikmu sendiri?” bertanya dengan sinis, menatap dengan kilatan kemarahan pada yeoja berambut blonde di sampingnya.

“Entahlah, tapi...” mengantungkan kalimatnya. Menoleh pada figur namja yang memiliki mata seperti bulan sabit. “Sepertinya aku mulai terjebak dalam permainanku sendiri”

“Apa maksud—?”

Sret.

Menarik kerah namja itu, membuat wajah keduanya berjarak sangat dekat. Menatap lurus ke dalam manik mata yang menatapnya dengan kaget.

“Jangan bertindak bodoh, Taesun” desis namja itu saat ia telah sadar dari rasa kagetnya.

“Aku mulai terjebak dalam permainanku sendiri, Jinki. Sepertinya aku mulai mencintaimu”

“Tch” membuang muka ke arah lain. Terlalu muak dengan Taesun—yeoja blonde itu yang menurutnya sungguh berhati setan. See? Sikapnya dibaik layar kehidupan menunjukkan segala kejahatannya. Tapi sepertinya hanya ia yang mengetahui bahwa yeoja bonde itu adalah seorang aktor pemain protagonis. Sangat berbeda dengan kehidupan nyatanya—yang tentu saja, hanya ia yang tahu.

“Lagipula, bukankah kau sudah berjanji padaku untuk menjauhinya dari pemikiran seorang ‘gay’? Kau ingat, bukan, dia itu pewaris ‘CEO Kim Group’ dan dia tidak akan bisa menghasilkan keturunan kalau menikah denganmu”

“Yang perlu kau tahu adalah, aku dan dia saling mencintai, Kim Taesun”

“Cinta?” tertawa mengejek setelah melepas cengkeramannya pada namja bunette itu. “Biar kuberitahu. Cinta adalah sesuatu yang menjadi obyek dari keegoisan dunia dan takdir yang bersekongkol”

“Kalau begitu aku mundur dari permainan ini”

“Hey, sebuah permainan akan tampak sempurna jika kita berkorban. Jadi kau harus ikut menyelesaikan sandiwara ini sampai akhir atau kau justru akan menambah lukanya”

Jinki mendesah. “...tapi aku sudah lelah”

“Tunggu sebentar lagi. Kurasa tidak akan lama lagi dia akan berpaling darimu”


Gimme a time machine..

Ia masih berdiri di sana. Bersandar pada dinding lorong gelap di tengah hujan yang mendera.Bukan karena ia terlalu bodoh membiarkan tubuh juga baju yang dikenakannya basah, tapi ada alasan lain yang membuatnya menjadi seperti telah gila.

.
One mistake, got a one regret
Nobody is perfect

.

Jam berwarna hitam yang melingkar dengan manis di tangan kirinya telah menunjukkan pukul 11 malam. Sebenarnya ia sudah lelah dan terasa berat sekali bagi kedua kakinya untuk menopang tubuhnya yang semakin membeku.

“Kau datang!” Taemin melonjak kegirangan dan berlari memeluk Jinki—namja brunette yang terus singgah dipikirannya selama ini. Jinki hanya tersenyum simpul lalu mengusak rambut blonde Taemin.

“Iya, aku datang”

Taemin merasa nyaman berada di pelukan orang yang lebih tua darinya itu, maka ia tetap dalam posisi seperti itu selama beberapa detik. Masih ingin melepas rindu setelah tidak bertemu beberapa bulan, sampai hari ini, hari yang mengawali musim gugur.

Kemudian ia melepas pelukannyadan melempar pandangan ke sekitar mereka. “Tapi padang bunga ini terlihat menyedihkan, Taeminnie tidak menyukainya lagi”

Namja brunette itu tersenyum. “Kalau kau tidak menyukai padang bunganya, sukailah apa yang tersembunyi dibaliknya”

“Eh? Memang ada apa dibaliknya?”

“Ayo, akan kutunjukkan tempat yang tidak kalah indahnya—seperti padang bunga saat di musim semi, di balik bukit itu!” berseru dan setelahnya ia langsung menarik lengan Taemin. Mengajaknya berlari ke tempat yang dimaksud.

Dan untuk pertama kalinya, Taemin merasakan hal aneh dalam dirinya saat namja brunette itu menggenggam tangannya.

Dengan mudahnya sebulir air mata menetes melalui sudut matanya. Menangis. Hanya satu kata itu yang dapat mendeskripsikan keadaannya saat ini.


Setiap malam sebelum terlelap, aku selalu memikirkan penyesalan ini.
Betapa tersiksanya diriku yang hanya mencintaimu tanpa menerima balasan.
Aku hanya terlihat seperti sebuah bintang redup yang berusaha menerangimu meski tersembunyi di balik kelamnya awan.

Terkadang aku terus memandangi foto kita yang tersenyum dengan tulusnya, tanpa ada kebohongan yang menyelimuti.
Dan aku kembali merindukan saat-saat itu.
Saat di mana kau tidak mempermainkanku layaknya boneka yang tak berperasaan.
Jika aku berada di sisimu, kenapa kau menganggapku seperti angin lalu?


Ia menyusut air mata yang menggenang di sudut matanya, lalu perlahan bangkit. Hendak pergi dari tempatnya menunggu. Tidak akan menunggu lebih lama lagi. Karena dia... tidak akan datang.

.
Right now, if I could ride a time machine and go to meet you
I wouldn’t wish for anything else
Before the memories become distant and fleeting...
I need a time machine
.

Ketika ia melangkahkan kakinya untuk pergi, sebuah cahaya menyorot dari arah belakang. Ia membalikkan tubuh untuk melihat apa yang menyorotnya. Sebuah mobil.

“Taemin!” seru seorang yeoja berambut blonde—sama sepertinya saat ia telah keluar dari mobil. Yeoja itu berlari ke arahnya dan berhenti ketika jarak diantara mereka sudah dekat.

“Sedang apa di sini? Ini hampir tengah malam dan hujan. Kau ini pabo apa?” yeoja itu menarik Taemin kedalam pelukannya. Mengelus punggung Taemin dengan khawatir. “Aku khawatir padamu. Setelah kucari ke apartemen, kau tidak ada di sana”

“Taesun-Noona sendiri sedang apa di sini?”

“Menghangatkanmulah, pabo!”

Taemin terkekeh. Tentu saja sebuah kekehan hambar. Ia balas memeluk Taesun dan untuk sejenak berusaha melupakan apa yang membuatnya sedih.

“Tenang saja Noona, aku tidak merasa kedinginan”karena aku seperti telah mati rasa.

“Huh! Bohong!” cibir Taesun sengit. “Tapi biarkan aku memelukmu seperti ini dulu”

“Baiklah”

Pintu mobil terbuka, seorang namja berperawakan tinggi keluar untuk menghampiri mereka. Ia tersenyum ke arah Taemin yang masih dipeluk Noonanya.

“Taemin? Sedang apa kau di sini?”

Taemin menatapnya tidak percaya. Sedang apa?

Pertanyaan bodoh macam apa itu? Bukankah ia yang menyuruhnya untuk menunggu di sana? Tapi kenapa—

Ah, Taemin ingat. Ini hanya sandiwara agar Taesun tidak mengetahui bahwa mereka berhubungan dekat. Ia harus menerima kenyataan bahwa selama ini ia terus bermain dalam sandiwara bodoh. Tapi sampai kapan ini akan berakhir?

Taemin tersenyum meski dipaksakan, dan tanpa sengaja sebulir air mata kembali mengalir dari matanya. Untung saja saat ini keadaan begitu gelap dan hanya ada cahaya lampu mobil hingga air matanya tak terlihat. Tidakkah mereka lihat bahwa senyumnya adalah palsu?

“Aku hanya keluar untuk mencari udara segar, tiba-tiba saja hujan turun. Dan aku terjebak di sini sudah tiga jam”

“OMO! Tiga jam dengan baju yang basah dan kedinginan di sini? Dasar pabo! Kenapa tidak menerobos hujan saja? Kau bisa sakit, tahu!” omel Taesun sambil menatap adiknya itu dengan kesal.

“Noona, kau telah memanggilku ‘pabo’ tiga kali”

“Huh. Biar saja. Sekarang, kau harus ikut ke rumah dan keringkanlah tubuhmu di sana. Kumohon, hanya untuk malam ini saja, karena sudah lama aku rindu padamu, adikku yang bodoh!” ucap Taesun panjang lebar lalu ia menarik Taemin paksa untuk masuk ke mobil.

“Ini penculikan...” decak Taemin kesal.

“Kau ini! Masa tidak ingin melepas rindu denganku sekali saja sebelum aku bertunangan, huh?”

Dheg.
Bertunangan? Jangan bilang kalau...

“Chagi... kau membocorkan rahasia. Ckckck” Jinki—seorang namja lainnya, bergumam pelan, tapi sanggup untuk Taemin dengar karena jarak mereka hanya sekitar dua langkah.

Sekali lagi Taemin membelalakkan matanya, namun tentu saja Taesun tidak menyadarinya karena ia tengah membuka pintu mobil. Sebelum masuk ke mobil, Taemin sempat melayangkan tatapan penuh tanda tanya pada Jinki yang menatapnya seolah berkata ‘maaf’.


Sendiri di tengah kehampaan
Menangisi apa yang telah hancur
Berharap jika waktu dapat terulang kembali

“Dia sudah pergi, hyung” berkata pelan dengan sedikit kecanggungan. Kedua tangannya mengepal, menahan sakit yang selalu muncul bila ia berhadapan dengannya.

“Aku tahu,” balas namja brunette itu datar sambil menatap lurus ke dalam manik figur namja blonde. “Matamu yang mengatakannya padaku”

“Kau bohong” menggigit bibir bawahnya, memejamkan matanya rapat agar air mata yang menggumpal di kelopak matanya tidak jatuh saat ini.

“Bukankah sudah kubilang, jangan pernah kau mempercayaiku”

Percuma. Akhirnya air mata itu tumpah juga.

“Lalu.. kenapa kau membuatku berharap?”

“Aku sudah bukan namja yang kau kenal dulu, Taemin”

Kenapa?

Ada goresan baru yang menyayat hatinya lagi. Membuatnya terluka. Jika dulu namja itu mencairkan hatinya yang beku, sekarang namja itu justru menambah deritanya.

“Kenapa kau mengatakan ‘saranghae’ padaku?”

Namja brunette itu berbalik, “Jika bukan untuk sandiwara, arti kata itu bagiku tidak lebih dari ungkapan untuk seorang teman”

Dan ia melangkah pergi, meninggalkan Taemin yang masih menangis seorang diri.

“Apa yang harus kulakukan lagi agar kau kembali seperti dulu, hyung?”


TBC

[ Vistory ]

Halaman

Pages

Cari Blog Ini

Jumlah Pengunjung

 

SAN3R Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting